Ramalan Jayabaya tentang menu favorit penduduk Jawa/Nusantara

Ramalan Jayabaya tentang menu favorit penduduk Jawa/Nusantara
mbah subowo
 Mulai dari era enampuluhan surut ke belakang selama berabad-abad, tradisi memelihara ternak ayam biasa dilakukan oleh penduduk di wilayah pedesaan di Jawa. Unggas yang satu ini sangat dibutuhkan dalam upacara “slametan” maupun konsumsi pesta berbagai tradisi hajatan.
     Unggas yang satu ini biasanya dibiarkan berkeliaran sepanjang hari untuk mengais makanan sendiri di pekarangan sekitar rumah.
     Sarapan di pagi hari bagi unggas lazim diberikan berupa “dedak” atau bekatul, selanjutnya unggas dewasa maupun remaja dibiarkan berkeliaran hingga petang hari. Mereka akan kembali sendiri ke “kandang” yang berada di dapur berukuran besar milik penduduk pedesaan di Jawa. Ayam yang baru berusia di bawah dua minggu biasanya tetap dikurung bersama induknya dalam kurungan yang berlubang besar-besar.
     Unggas akan tetap tertidur sepanjang malam gelap gulita, hingga dibangunkan oleh kokok pejantan menjelang mentari terbit kemerahan di timur. Kegiatan di dapur seperti memasak dengan api kayu bakar tidak akan mengusik puluhan unggas yang masih lelap nangkring di salah satu sudut dapur.
     Tempat bertelur unggas piaraan itu disediakan khusus di “tarangan” yang biasanya tingginya hampir 2,5 meter dari permukaan tanah. Selain sebagai tempat khusus unggas betina bertelur ada juga kegiatan “melahirkan generasi baru” alias mengerami telur yang telah dibuahi pejantan.
     Peternak unggas selalu mengontrol “tarangan” itu untuk mengambil telur segar tiap kali ada betina bertelur di sana. Jika telat mengambil telur yang telah dibuahi itu biasanya akan gelap jika diterawang di hadapan cahaya dan itu menandakan siap ditetaskan, atau justru “koplak” alias telur yang kurang baik.
     Tidak usah berpanjang lagi, nujum masyhur se-Nusantara sejak delapan abad silam Sri Aji Jayabaya memprediksi masa depan mengenai kisah unggas yang menjadi menu favorit penduduk Jawa/Nusantara di atas ini.

Pitik angkrem sak duwure pikulan (Jayabaya, 1100-an)

Kelak di masa depan akan terjadi perubahan cara ayam yang sedang bertelur maupun mengerami telurnya, dari 2,5 m berubah hanya setinggi pikulan atau sekitar 30 cm--40 cm dari permukaan tanah.
     Maraknya kehidupan modern sejak memasuki era delapan puluhan dengan hadirnya jenis ayam ras dari mancanegara, diiringi dengan kebutuhan sejumlah besar daging dan telur unggas ayam guna memenuhi konsumsi segenap masyarakat pedesaan maupun perkotaan sudah selayaknya ditangani dalam skala sistem “industri” peternakan. Unggas broiler jenis pedaging maupun petelur biasanya diternak dalam kandang yang posisinya tidak terlalu tinggi agar memudahkan bagi para pekerjanya mengurusi unggas yang bulunya rata-rata hampir serupa itu.
     Sekian untuk sekali ini.

*****

Subowo bin Sukaris
hasta mitra Updated at: 7:15 PM